Thursday, March 08, 2007

Melolong Di Depan Makam

Orang Kristen Harus Berdepan Dengan Fakta Dalam Dokumentari The Discovery
Karya: Gregory Koukl
Terjemahan: Hedonese aka Dave Chang Wei Hao

Belum lagi pun Dokumentari “The Lost Tomb of Jesus” (Makam Yesus Yang Hilang) disiarkan, sudah ramai orang Kristen yang cemas. Cuma kerana ada yang mencadangkan bahawa rangka tulang Yesus (Nabi Isa) telah dijumpai dalam kotak batu kapur, ramai penganut naik darah dengan gaya “jangan-kelirukan-saya-dengan-kenyataan”.

Nampaknya, ramai penganut Kristen tidak perlu tengok bukti sebelum membuat keputusan. Apabila satu banci di laman web bertanya, “Percayakah anda dokumentari “Makam Yesus”, yang menolak kebangkitan Kristus?”, 97% menjawab: “Tidak”. Penilaian ini dibuat tiga hari sebelum rancangan itu disiarkan. Kepercayaan membuta tuli lebih senang, bukan? Sebenarnya, langsung tidak payah berhadapan dengan para pengkritik.

Lepas itu, ada pula para pembuli yang menuntut Discovery supaya membatalkan rancangan fitnah ini. Sebuah organisasi Kristen menulis surat yang begini:

“Saya berasa marah dengan cubaan Discovery Channel memperkecilkan dan merendahkan maruah agama Kristen dengan tuduhan bahawa ia berdasarkan dusta semata-mata. Sukar saya percaya bahawa Discover Channel berani membuat dokumentari begini tentang agama lain. Hakikatnya anda mungkin telah menolong kita menyedarkan berjuta-juta orang Kristen akan ketaksuban anda yang serong terhadap agama Kristen. Mungkin mereka tidak akan berdiam diri lagi.”

Tindakan mengerasi orang lain sangat memalukan saya, sebagai pengikut Kristus, dan ia harus membimbangkan setiap penganut Kristen yang bertimbang rasa. Bukan sahaja ia berundur dari cabaran sah yang perlu disahut, tingkah laku begini bersifat tertutup.

Lihatlah, walaupun anda sudah yakin kepada Alkitab, isu ini masih belum selesai bagi berjuta-juta orang lain yang berminat dengan kepercayaan anda dan masih menunggu jawapan yang berakal budi dari kita.

Ada banyak sebab munasabah untuk kita pertikaikan kesimpulan dokumentari tersebut, tapi tiada yang akan tahu jika orang Kristen sendiri menyembunyi di sebalik tembok kubu. Setelah menonton dokumentari itu, beberapa masalah muncul di minda:

Para sarjana sudah menemui makam-makam ini lebih dari 25 tahun yang lampau. Ada sebab mereka tidak memandang serius nama-nama tertulis di atas kotak rangka ini. Hanya tiga nama mempunyai kaitan dengan Alkitab: Yesus, Mary dan Joseph. Dan kumpulan nama ini, dari sudut statistik , bukan luar biasa. Pada hakikat, anehnya jika makam sesebuah keluarga tidak mengandungi nama-nama tersebut, memandangkan kegunaan mereka amat umum. Sekurang-kurangnya empat kotak rangka pernah dijumpai yang tertulis “Yesus, anak Joseph”, dan satu perempat wanita masa itu bernama Mary, jadi ada kemungkinan besar sesebuah makam ada kombinasi nama begini. Bagaimana pula tentang hubungan Yesus dengan nama-nama lain? Di sini, spekulasi yang liar tentang hubungan Yesus hanyalah suatu mainan agak-mengagak.

Keseluruhan hujah berdasarkan makna kebarangkalian ‘statistik’ kelompok nama-nama itu. Jika Yesus (Nabi Isa) telah berkahwin, dan jika Yesus bernikah dengan wanita bernama Mariamne, dan jika Mariamne itu nama samaran bagi Mary Magdalena, dan jika Yesus ada adik bernama Matthew, dan jika Yesus juga ada anak bernama Judas, dan jika rangka tulang James yang terkenal itu milik James, adik lelaki Yesus, maka anda dapati semua ahli keluarga Yesus di dalam makam yang sama. Akan tetapi, sudah banyak sangat andaian “jika” yang perlu dibuat tanpa sokongan bukti di sini.

Walaupun ia digelar “Makam Keluarga Yesus”, langsung tiada bukti kukuh bahawa mana-mana kononnya “ahli keluarga” tersebut mempunyai hubungan biologi. Satu-satunya ujian DNA yang dibuat – antara Yesus dan Miriamne – memberi kesimpulan negatif. Izinkan saya ulang lagi: Ujian DNA membuktikan tiada hubungan biologi. Itulah fakta. Yang selebihnya andaian spekulasi.

Dokumentari mendakwa, “Yesus dan Mary telah bernikah, mengikut cadangan bukti DNA”. Tidak masuk akal. Fikirkanlah. Mungkinkah ujian DNA membuktikan seseorang itu sudah kahwin? Dalam kes ini, bukti DNA menunjukkan bahawa Yesus dan Mary tiada hubungan biologi dari ibu yang sama, bukannya bukti hubungan suami isteri. Pada hakikatnya, Mariamne mungkin isteri mana-mana orang lelaki lain di dalam makam itu, atau pun, beliau mungkin langsung tidak mempunyai suami juga. Ujian DNA tidak “mencadangkan” apa-apa yang didakwa.

Para penyelidik mendakwa mereka hanya cuba mengaitkan bintik-bintik bukti yang bertaburan. Baik. Tapi, kenapa harus mereka mengaitkan bintik dengan cara ini? Izinkan saya menjelaskan sebabnya. Kerana cara itu sahaga dapat menceritakan kisah sensasi yang mereka inginkan. Ada banyak cara sah yang lain untuk menyambung bintik-bintik itu – teori yang jauh lebih munasabah daripada teori dokumentari tersebut. Tetapi ia tidak memberi cerita sensasi yang mereka iklankan. Sememangnya, bukankah cara ini sahaja yang mampu mencetus berita hangat yang melariskan jualan buku?

Yesus berasal dari keluarga miskin di Nazareth, bukannya dari golongan kaya atau kelas pertengahan di Jerusalem. Jadi, makam keluarga ini jenis makam yang salah, serta beralamat di dalam kota yang salah.

Dokumentari juga mendakwa Yesus bertutur secara kod. Dakwaan ini palsu. Yesus mengajar dengan cerita ibarat, seperti ramai pendita pada zaman itu, bukannya kod yang sukar ditafsirkan. Mereka juga kata Maria Magdalena adalah pengikut Yesus yang paling dipercayai. Akan tetapi, anda perlu tunggu 400 tahun sebelum bukti begini muncul dalam tulisan Gnostik yang kononnya rekod sejarah. Mereka juga mendakwa ahli keluarga Yesus dihukum bunuh kerana Beliau adalah waris takhta Israel. Ini fiksi semata-mata. Namun, perhatikan apa yang cuba mereka kecapi. Semua ketidaktepatan dan cubaan membesar-besarkan cerita dongeng ini menjadikan sesuatu yang sebenarnya karut berbunyi seakan-akan lebih munasabah.

Kita memiliki dua gambaran yang berbeza tentang apa yang telah terjadi kepada tubuh Yesus dari Nazareth 2000 tahun yang lalu. Yang pertama berdasarkan artifak kotak rangka tulang, dan gambaran kedua berdasarkan dokumen sejarah dari Matius, Markus, Lukas, Petrus dan Paulus. Ya, ia bukannya “sains jitu” tapi sekiranya yang lain-lain tidak berubah, gambaran yang mana satu membekalkan maklumat yang lebih tepat, kotak rangka tulang atau rekod tulisan? Jelasnya, rekod tulisan.

Kebangkitan Yesus dari maut adalah sebahagian dari kesaksian terawal pengikut-pengikutnya. Menurut dokumentari, saksi-saksi yang sama ini tahu tempat Yesus dikebumikan secara rahsia di Jerusalem. Kenapa ramai antara mereka mati demi melindungi dusta yang mereka sudah ketahui? Tidak masuk akal. Tapi teori sebegini yang mesti anda percaya jika mengambil serius kesimpulannya.

Jika kepercayaan Kristen bergantung kepada fakta sejarah kebangkitan Yesus, sepertimana diajar Paulus, maka pengikut Kristus tidak harus berundur atau bersembunyi di sebalik kepercayaan yang membuta-tuli sambil bermuka marah.

Tidak, jika anda seorang Kristen, tidak harus anda lari, sungut, jerit atau membuat perangai. Tapi, anda harus berterima kasih kepada Discovery Channel kerana memberi anda peluang untuk masuk padang and menjaringkan gol kemenangan yang mudah ini.

11 comments:

Meng said...

There will be issues like these and there will be signs and wonders...its the last days. We should not be shaken - its sifting time. We got to hold on to His Word and be faithful to the end!

Anonymous said...

I have a gut feeling that the church's mission will not be finished for a few more hundred years so i'm planning on investing long term hehe.. :D

Anonymous said...

http://imankristen.org/content/view/37/9/

Anonymous said...

10 Mei 2007 - 02:44
Historisasi Makam Kosong Yesus

DESHI RAMADHANI

Kesimpulan bahwa kebangkitan Yesus dari kematian seperti yang dikatakan Injil adalah sebuah metafora belaka, yang didasarkan pada temuan makam dengan tulang-belulang di Talpiot yang diduga adalah Yesus yang dipercaya umat Kristiani, terlalu dini. Sebuah metafora yang bergerak hanya dalam ranah subyektif, bukan obyektif. Pilihannya antara prinsip "yang ajaib pasti tidak historis" atau "yang ajaib bisa sungguh historis".

Kontroversi belakangan ini tentang makam keluarga Yesus dan kepastian kebangkitan-Nya dengan seluruh tubuh perlu ditempatkan dalam gambar besar penelitian kisah- kisah ajaib di dalam Alkitab. Usaha untuk menjelaskan secara ilmiah hal-hal ajaib yang dikisahkan dalam Alkitab bukanlah hal baru. Hal ini sudah banyak dilakukan, baik terhadap Perjanjian Lama (misalnya, sepuluh tulah atau kutuk yang menimpa bangsa Mesir sebelum orang Israel akhirnya pergi meninggalkan Mesir) maupun Perjanjian Baru (misalnya, Yesus yang berjalan di atas air atau Yesus yang meredakan badai ganas di danau). Usaha ini memperlihatkan sikap tertentu terhadap kisah ajaib dalam Alkitab dalam kaitan dengan dimensi historis kejadian-kejadian itu.

Kesejarahan mukjizat

Di balik usaha-usaha ini terdapat sebuah prinsip yang menempatkan hal-hal ajaib dan penjelasan ilmiah sebagai dua kubu yang saling bertentangan. Tujuan penelitian ilmiah ini adalah memperlihatkan bahwa apa yang diceritakan dalam Alkitab sebagai sebuah peristiwa ajaib karena campur tangan langsung dari Sang Ilahi pada dasarnya adalah peristiwa-peristiwa alam biasa yang bisa dibuktikan berdasarkan pendekatan-pendekatan ilmu alam. Maka, usaha ini membawa bendera yang mengatakan: "Untuk segala mukjizat, pasti bisa ditemukan penjelasan ilmiahnya."

Berjalan seiring dengan usaha ini, pertanyaan tentang historisitas peristiwa dalam Alkitab pun menjadi bagian dari penyelidikan para ahli. Pendekatan ilmiah membuktikan bahwa peristiwa yang dikisahkan dalam Alkitab sendiri secara historis bisa saja terjadi. Seiring dengan pembuktian historis ini, konsekuensinya, kemungkinan adanya intervensi langsung dari Sang Ilahi disingkirkan. Peran Sang Ilahi harus tunduk pada peran sains.

Pembuktian ilmiah mengatakan bahwa peran Sang Ilahi tidaklah sedemikian dahsyat seperti dikisahkan dalam Alkitab. Alam memiliki hukumnya sendiri. Mukjizat bukanlah intervensi dari Sang Ilahi, melainkan hasil yang sangat masuk akal dari proses alami. Film berjudul Reaping yang sedang diputar di bioskop-bioskop di Jakarta, misalnya, mencoba menceritakan pergulatan seorang ilmuwati bukan dalam menerima historisitas kisah-kisah Alkitab, melainkan dalam menerima intervensi langsung Sang Ilahi di dalamnya.

Pada kenyataannya dalam Alkitab banyak kisah ajaib yang tidak berhubungan dengan gejala alam. Dalam Perjanjian Baru dikisahkan banyak penyembuhan fisik yang dilakukan baik oleh Yesus maupun oleh para murid-Nya yang menerima dan menggunakan kuasa dalam Nama-Nya yang kudus. Penelitian ilmiah atas kisah-kisah ajaib dalam ranah penyembuhan fisik semacam ini tentu tidak bisa begitu saja membuktikan bahwa semua itu adalah proses biologis atau ragawi belaka.

Dalam konteks semacam ini pertanyaan tentang historisitas kisah-kisah ajaib menjadi semakin tajam. Apakah penyembuhan ajaib seperti yang dikisahkan dalam Alkitab itu benar terjadi secara historis? Dengan demikian, yang disingkirkan tidak hanya kemungkinan intervensi dari Sang Ilahi (sebagaimana halnya dalam penjelasan ilmiah atas keajaiban yang berkaitan dengan gejala alam), melainkan juga kejadian itu sendiri. Bila tidak bisa ditemukan penjelasan ilmiah bagi penyembuhan ajaib itu, haruskah disimpulkan bahwa kisah semacam itu tidak pernah sungguh terjadi secara historis?

Fakta yang sering terjadi secara kasat mata di hadapan orang modern justru mengatakan lain. Ada banyak orang yang menurut ilmu kedokteran menderita penyakit yang tidak tersembuhkan justru mengalami kesembuhan. Tidak sedikit dokter yang akhirnya harus mengatakan bahwa penyembuhan itu memang tak bisa dijelaskan secara logis berdasarkan pendekatan ilmiah. Pertanyaan lebih jauh harus dijawab.

Bila penyembuhan terjadi di luar jangkauan penjelasan medis, siapkah seseorang menerimanya sebagai sebuah keajaiban atau mukjizat? Di satu pihak, penyembuhan itu begitu kasat mata dan secara empiris bisa dibuktikan. Di lain pihak, tidak bisa dibuktikan secara jelas apa atau siapa yang menyembuhkan orang yang bersangkutan.

Di sinilah orang akhirnya harus berhadapan dengan kenyataan empiris bahwa keajaiban bisa sungguh bersifat historis. Artinya, "yang ajaib" bisa sungguh terjadi secara historis dalam ruang dan waktu di mana manusia ini hidup dan bergerak. Mukjizat yang berada di luar jangkauan akal budi manusia bisa benar-benar terjadi secara historis. Keajaiban adalah sebuah peristiwa sejarah juga. Craig A Evans, Fabricating Jesus (2005), bahkan mengatakan bahwa satu kesalahan serius dari banyak kesalahan lain adalah "kegagalan untuk memperhitungkan perbuatan ajaib Yesus". Sungguh disayangkan bahwa banyak ahli yang meneliti keajaiban yang berkaitan dengan tokoh Yesus dalam Alkitab justru berangkat dengan sebuah asumsi bahwa "yang ajaib pasti tidak historis".

Proses demirakulisasi

Akibat logis dari asumsi semacam ini adalah sebuah proses yang saya sebut sebagai demirakulisasi (Latin miraculum; Inggris miracle) Yesus. Perkataan miraculum, berkait dengan kata kerja mirare, yang berarti ’melihat’ atau ’memandang’. Secara bebas miraculum berarti sesuatu yang mau tidak mau dilihat atau dipandang dengan mata terbelalak. Dengan demikian, proses demirakulisasi tidak lain adalah sebuah proses pengingkaran terhadap apa yang sebenarnya begitu jelas terlihat meskipun tidak bisa dijelaskan dengan akal budi.

Cara kerja yang dipilih menjadi jelas: Yesus yang benar-benar ada secara historis harus dijelaskan dan direkonstruksi dengan menyingkirkan segala hal ajaib atau mukjizat seperti dikisahkan dalam Alkitab. Pembuktian Yesus Historis dalam proses demirakulisasi mengharuskan sang peneliti memilih data yang masuk akal saja. Dalam praktiknya, ini bisa membuat sang peneliti mengambil data yang diperlukan terlepas dari konteksnya begitu saja. James D Tabor, penulis buku The Jesus Dynasty, adalah salah satu peneliti yang mengikuti cara kerja seperti ini.

Dua contoh kecil bisa diperlihatkan di sini. Pertama, Tabor mencoba menjawab pertanyaan tentang profesi Yesus sebelum Ia tampil secara publik di Galilea. Perkataan Yunani dalam Injil adalah tektôn. Kamus besar yang disusun oleh Bauer, Arndt, Gingrich (1957) menjelaskan tektôn sebagai carpenter, wood-worker, builder. Tabor begitu saja memilih arti tektôn sebagai builder (tukang bangunan; tukang batu). Untuk mendukung argumennya ia merujuk pada tulisan yang sekarang dikenal sebagai Protoevangelium Yakobus 9:3 yang mengatakan bahwa pekerjaan Yusuf adalah sebagai tukang bangunan. Tabor hanya memilih satu rujukan kecil ini untuk mendukung hipotesisnya bahwa Yesus pun bekerja sebagai tukang bangunan.

Tulisan Protoevangelium Yakobus sudah beredar sekitar tahun 150 M. Argumen-argumen penting dalam tulisan ini justru bertujuan membuktikan kelahiran ajaib Yesus melalui Maria yang masih perawan dan tetap perawan sesudah kelahiran Yesus. Tabor siap menggunakan bahan di luar Alkitab untuk mendukung argumennya meskipun untuk itu ia harus mengambil rujukan kecil dari sebuah bahan yang justru berlawanan arah dengan cara kerja demirakulisasi yang dipilihnya. Dengan kata lain, untuk mendukung argumennya, Tabor siap mengambil sebuah teks dan melepaskannya dari konteks begitu saja. Menurut kacamata keahlian saya dalam bidang tafsir, pemisahan teks dari konteks adalah sebuah kesalahan metodologis yang sungguh fatal.

Kedua, Tabor mencoba membuat rekonstruksi kronologis tahap perjalanan Yesus dan para murid-Nya menuju Jerusalem dan hari-hari terakhir-Nya di sana. Dengan menggabungkan berbagai data dan loncatan-loncatan kreatif berdasarkan informasi dari Injil, sebuah kronologi diusulkan. Namun, satu hal segera menjadi jelas. Ada satu bahan yang dalam konteks Injil memiliki arti penting yang justru dihindari oleh Tabor. Dalam Injil Yohanes bab 11 dikisahkan bahwa di sebuah kampung yang bernama Betania, Yesus membangkitkan Lazarus dari kematiannya. Kisah Yesus yang menyembuhkan dan kisah Yesus yang membangkitkan orang mati tentu saja berada di luar ranah pembuktian mukjizat berdasarkan gejala-gejala alam.

Lebih dari itu, bila Tabor menggunakan kisah tentang kebangkitan Lazarus ini, ia tentu akan harus juga menerima kemungkinan adanya kebangkitan Yesus sendiri dari mati. Padahal, argumen penting yang justru sedang diperjuangkan adalah untuk membuktikan bahwa Yesus tidak bangkit. Tabor ingin membuktikan bahwa tubuh Yesus telah dipindahkan oleh para pengikut-Nya dari tempat semula Ia dimakamkan setelah penyaliban, ke tempat yang baru. Untuk maksud itu Tabor berani membuat pernyataan bahwa Ia telah menemukan makam Yesus dan keluarga-Nya.

Temuan arkeologis

Temuan arkeologis yang kembali hangat belakangan ini dan penggunaannya untuk sebuah pembuktian Yesus Historis perlu ditempatkan secara jelas dalam kerangka cara kerja demirakulisasi para peneliti yang terlibat di dalamnya. Hasil proses semacam inilah yang tersaji ke kalangan publik. Film dokumenter The Lost Tomb of Jesus dengan produser pelaksana James Cameron, buku karangan Simcha Jacobovici dan Charles Pellegrino The Jesus Family Tomb: The Discovery, the Investigation, and the Evidence that Could Change History, dan buku James D Tabor The Jesus Dynasty adalah bukti hasil kerja peneliti yang berprinsip "yang ajaib pasti tidak historis." Sikap terhadap publikasi semacam ini akan sangat ditentukan oleh penerimaan atau penolakan terhadap prinsip tersebut. Bila menerima prinsip tersebut, berarti orang harus menolak kebenaran empiris yang justru masih berlangsung sampai hari ini, yakni bahwa "yang ajaib bisa sungguh historis".

Hal yang sama berlaku dalam bersikap terhadap kebangkitan Yesus. Kebangkitan Yesus dengan seluruh tubuh-Nya adalah peristiwa ajaib. Maka, bagi para peneliti ini harus disimpulkan bahwa hal itu pasti tidak historis. Yang historis adalah bahwa Yesus tidak bangkit dengan seluruh tubuh-Nya. Untuk membuktikannya, temuan makam di Talpiot dijadikan sebagai argumen penting. Pertanyaan untuk sebuah temuan arkeologis senantiasa berkaitan dengan hubungan antara artefak arkeologis dan data dalam Alkitab.

Fakta pertama. Pada tahun 1980 ditemukan 10 osuarium (tempat tulang) di makam Talpiot, sebelah selatan kota lama Jerusalem. Satu di antaranya dinyatakan hilang. Pada sembilan osuarium itu ada enam yang memiliki inskripsi nama-nama: Yesus anak Yusuf, Maria, Mariamene e Mara (Maria Magdalena), Yoses, Matius, Yudas anak Yesus. Seluruh inskripsi tersebut tertulis dalam bahasa Aram, kecuali inskripsi Maria Magdalena yang tertulis dalam bahasa Yunani.

Fakta kedua. Nama-nama tersebut adalah nama-nama yang sangat umum dimiliki oleh orang pada zaman itu di wilayah tersebut. Meskipun demikian, bahwa nama-nama semacam itu ditemukan sebagai sebuah kesatuan di satu kompleks makam adalah sebuah kenyataan yang sangat unik. Peluang empat nama (Yesus anak Yusuf, Maria, Maria Magdalena, Yoses) dalam cluster semacam itu adalah 1:600. Demikian pendapat Prof Andrey Feuerverger, pakar statistik dari Universitas Toronto.

Fakta ketiga. Hasil uji DNA terhadap endapan organik pada osuarium "Yesus anak Yusuf" dan osuarium "Maria Magdalena" tak memperlihatkan adanya hubungan persaudaraan di antara keduanya menurut garis ibu.

Bila ingin setia pada data-data empiris semacam ini, kesimpulan yang harus diambil adalah: (1) Ada sebuah kompleks makam keluarga tempat ditemukan 10 osuarium; satu dari osuarium itu telah hilang; enam dari yang masih ada memiliki inskripsi nama-nama yang sangat umum; (2) Kesatuan nama-nama umum itu hanya terjadi satu kali dari antara 600 kasus; (3) Yesus anak Yusuf dan Maria Magdalena bukan saudara-saudara sekandung.

Kesimpulan yang lebih dari itu adalah hipotesis. Satu hipotesis yang belum berdasarkan fakta justru dijadikan sebagai kesimpulan oleh Tabor. Di sini Tabor sudah berkeyakinan bahwa osuarium lain dengan inskripsi "Yakobus, anak Yusuf, saudara dari Yesus" adalah satu osuarium yang hilang dari makam keluarga di Talpiot itu. Hipotesis lain adalah ikatan perkawinan antara "Yesus anak Yusuf" dan "Maria Magdalena". Hipotesis lanjutan dari ini adalah bahwa "Yudas anak Yesus" adalah anak dari perkawinan antara "Yesus anak Yusuf" dan "Maria Magdalena" itu. Masih perlu dilihat bagaimana uji DNA terhadap endapan organik dalam osuarium "Yudas anak Yesus" tersebut.

Hipotesis paling berani adalah dengan mengatakan kemungkinan bahwa "Yesus anak Yusuf" itu adalah Yesus yang dikisahkan dalam Injil. Ini sama saja dengan seorang peneliti asing di abad-abad kemudian yang bisa menyimpulkan bahwa sebuah makam dengan nama "Bambang anak Suharto" di sebuah tempat di bumi ini adalah makam Bambang anak dari seorang bernama Suharto yang selama bertahun-tahun menjadi penguasa tunggal di sebuah negeri di bumi ini. Tidak mustahil bahwa Bambang yang dimakamkan di sana adalah Bambang preman pasar di kampung sekitar makam itu yang bapaknya bernama Suharto yang punya toko kelontong dekat alun-alun.

Yesus yang mana?

Di sinilah letak persoalan paling serius dalam penelitian Yesus Historis berdasarkan temuan arkeologis saat ini. Ada sebuah makam dengan osuarium bernama "Yesus anak Yusuf". Sungguh tidak mustahil bahwa artefak yang tersedia ini adalah sebuah keunikan istimewa, satu dari 600 kemungkinan kasus, yang merupakan makam dari seorang yang sama sekali lain. Hipotesis berikut ini sama kuatnya dan harus bisa diterima.

Ada seorang pedagang yang cukup kaya di Jerusalem pada dekade pertama abad Masehi. Nama orang itu adalah Yusuf. Seorang anaknya yang bernama Yesus itu bekerja sebagai seorang ahli hukum yang mencapai puncak kariernya setelah berhasil menentang dan menghukum mati seorang guru eksentrik berasal dari Nazaret yang juga bernama Yesus. Suatu hari Yusuf dan Maria istrinya memutuskan mengadopsi seorang anak putri dari Magdala, dan mereka beri nama Maria Magdalena. Yesus sang ahli hukum itu pernah punya hubungan dekat dengan seorang perempuan sehingga ia punya anak, tetapi lalu ditinggal pergi oleh kekasihnya itu. Yesus ini akhirnya harus menitipkan anaknya yang bernama Yudas untuk diasuh oleh Yusuf dan Maria. Demikianlah pada akhirnya satu per satu mereka mati. Jasad-jasad Yusuf, Maria, Maria Magdalena, Yesus anak Yusuf, dan Yudas anak Yesus ini akhirnya dimakamkan di kompleks makam keluarga yang sudah mereka siapkan di Talpiot.

Berabad-abad kemudian sekelompok peneliti menemukan makam itu dan mulai menduga- duga bahwa Yesus dalam makam itu adalah Yesus yang diyakini oleh orang Kristiani sebagai Tuhan yang bangkit dengan seluruh tubuh-Nya. Maka, sungguh masih terlalu dini untuk membuat kesimpulan seperti itu. Terlalu dini juga untuk mulai yakin bahwa kebangkitan Yesus dari Nazaret itu adalah sebuah metafora belaka, bukan persitiwa historis; sebuah metafora yang bergerak hanya dalam ranah subyektif, bukan obyektif. Maka, pilihannya kembali antara prinsip "yang ajaib pasti tidak historis" atau "yang ajaib bisa sungguh historis".

DESHI RAMADHANI Dosen Tafsir Kitab Suci di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta


Kompas 5 Mei 2007 - kolom Fokus (Bentara)


http://mirifica.net/wmview.php?ArtID=4018

Anonymous said...

Penemuan Makam Yesus

Berita baru kembali beredar. Makam Yesus ditemukan. Berita tersebut bahkan dilansir media terkemuka di media Inggris, The Guardian dan situs www.discovery.com memuatnya.

Aneka reportase media massa dan elektronik di Indonesia tak ketinggalan menampilkan penemuan makam Yesus dan Keluarga Kudus. Penemuan itu tepatnya di Yerusalem. Majalah Haarlems Dagblad, terbitan tanggal 23 Februari 2007 lalu memuat laporan seorang pembuat film dokumenter asal Kanada. Dalam jumpa pers ia berkeyakinan telah menemukan kuburan dari Yesus asal Nasareth. Ia meyakinkan bahwa penyelidikan tersebut telah memakan waktu yang cukup lama. Penyelidikan itu bahkan dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, diantaranya para arkeolog, ahli sejarah, pakar tulisan kuno dan spesialis DNA.

Dalam laporan penelitian dikatakan, kuburan yang ditemukan tersebut berada di Talpiot, yang masih dalam wilayah Yerusalem. Didalam gua kecil yang dipercaya sebagai kuburan tersebut, team peneliti menemukan 10 sisa - sisa dari peti mati. Dimana tertulis nama-nama diatas sisa-sisa peti tersebut. Nama-nama yang ditemukan, diantaranya: Yesus, anak Yosef, anak Yesus dan dua kali nama Maria, yang dimaksud adalah Maria Magdalena, dan Maria ibu Yesus. Tak heran, penemuan menghebohkan ini segera menjadi headline harian nasional Israel, Yediot Ahronot.

Aneka Reaksi

Sebenarnya penemuan gua sebagai makan Yesus bukanlah hal yang baru. Gua tersebut telah ditemukan pada tahun 1980. Sejak saat itu dilakukan penyelidikan terus- menerus. Hasilnya adalah film dokumenter berjudul The Burial Cave Of Jezus yang dirilis sebagai kerjasama dari Simcha Jacobovici (pemuat film asal Kanada tetapi berdarah Israel), dan James Cameron (pemenang tiga piala Oscar, dan pembuat film Titanic dan The Terminator). Film dokumenter ini, rencananya dalam waktu dekat akan ditayangkan di World Discovery Channel. Di Minggu bulan Maret 2007, tepat di masa menjelang peringatan Paskah, akan dilaksanakan konferensi pers di New York. Bukan tidak mungkin waktu yang tepat dan isu yang menarik, justru akan membuat film tersebut makin laris.


Namun, Amos Kloner, arkeolog asal Israel yang juga terlibat langsung dalam team penelitian gua tua tersebut justru berkomentar, "Memang, tampaknya seperti cerita yang bagus. Tetapi untuk menyebut bahwa penemuan itu sebagai makan Yesus, bukti-bukti yang ada amatlah sedikit". Sebagaimana penjelasan surat kabar The Guardian di atas: Amos Kloner, a top Israeli archaeologist who was one of the first to examine the ossuaries when they were discovered, said: "We have no scientific proof that this is indeed the tomb of Jesus and his family members". Karena menurutnya, nama-nama yang ditemukan dalam peti tersebut sudah bukan hal yang istimewa. Sejak 2000 tahun yang lalu, sudah hal yang biasa memberikan nama-nama tersebut bagi orang-orang Yahudi, katanya kepada majalah Haarlems Dagblad. Sementara Paul Verhoeven, sutradara flm asal Belanda, yang juga bekerja di Hollywood mengatakan, “Memang indah untuk menikmati khayalan seperti itu".


Teori Dan Iman Gereja

Harus diakui, Injil memuat pewartaan mengenai Sabda dan Karya Yesus, yang dapat disebut semacam riwayat hidup Yesus. Injil memuat pula informasi yang ada kaitannya dengan segi kesejarahan tentang kelahiranNya, tentang pewartaanNya, termasuk juga tentang sengsara, wafat dan yang paling penting, tentang kebangkitan-Nya.


Ada banyak sekali hal, yang dalam Injil hanya dikemukakan secara sangat samar-samar, karena maksud Injil ditulis memang pertama-tama bukan sebagai catatan sejarah, tetapi sebagai pewartaan. Misalnya maksud Injil Yohanes ditulis dalam Yoh 20:30 "Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya".


Berkaitan dengan kesejarahan Injil pada khususnya dan Kitab Suci pada umumnya, sikap Gereja jelas. Dei Verbum, No. 19. menyebutkan kesejarahan memang penting sekali. Sebab jika tidak, iman kepercayaan kita akan menjadi seperti apa yang dikemukakan Petrus atau Paulus: yakni iman yang hanya didasarkan atas isapan jempol (Bdk., 2 Ptr 1:16) atau pada dongeng nenek-nenek tua (Bdk., 1Tim 4:7). Data-data sejarah yang termasuk (karena tidak dimaksudkan sebagai tujuan pertama dan utama) dalam pewartaan sabda dan karya Yesus (terutama dalam Injil-injil), banyak sekali yang kemudian dijadikan obyek dan pintu masuk penelitian para ahli, di masa kini.


Tentu karena memenuhi rasa ingin tahu dan mencari kebenaran sejarah. Misalnya, sebagaimana pertanyaan yang selalu menginspirasi para ahli semacam tentang bintang ang tampak pada saat kelahiran Yesus. Apakah itu ? Komet ? Atau meteor ? Lalu mereka mulai menyelidiki, entah berdasarkan perhitungan astronomis dapat diidentifikasikan adanya lintasan suatu badan angkasa yang begitu mendekati bumi pada waktu itu. Kapan waktu itu ? Pada masa pemerintahan Kaisar Agustus (Bdk., Luk 2:1). Kapan persisnya? Pada waktu Kireneus menjabat Wali Negeri di Syria (Bdk., Luk 2:2) dan berbagai pertanyaan kritis dan detil lainnya. Pada akhirnya para ahli berteori atau berhipotesa bahwa bintang yang nampak terang benderang pada waktu Yesus lahir itu adalah Comet Halley, atau teori dan hipotesa lainnya, yang beraneka.


Begitu juga tentang tempat Yesus dilahirkan, yang rupanya pasti tidak di suatu rumah (Bdk Luk 2:7), tetapi di sebuah tempat tinggal binatang, karena Ia dibaringkan di palungan. Karena pada waktu itu para gembala biasa berteduh bersama ternaknya di gua-gua, maka dicarilah gua di sekitar Bethlehem yang berdasarkan data-data lain. Juga didukung dengan data dari tradisi lisan maupun tradisi tulisan, yang mungkin menjadi petunjuk tempat kelahiran Yesus. Maka orang sampai pada teori dan hipotesa tentang salah satu gua di sana: inilah tempat Yesus dilahirkan. Biasanya, kalau sudah ada teori atau hipotesa sedemikian, apalagi kalau itu sangat mungkin, dan tidak ada argumen atau bukti sebaliknya yang melawannya, orang menerimanya. Tetapi sebagai teori dan hipotesa, bukan sebagai kepastian yang tak dapat diganggu-gugat.


Begitulah yang terjadi tentang makam Yesus. Kitab Suci memuat informasi, bahwa Yesus wafat (Bdk., Mat 27:50; Mrk 15:37; Luk 23:46;Yoh 19:30.33-34). Ia dikuburkan (Bdk., Mat 27:59-60; Mrk 15:46; Luk 23:53; Yoh 19:42). Sekarang di Yerusalem ada suatu tempat yang dipercaya sebagai kubur Yesus (tempatnya ada di dalam Gereja Makam Yesus) yang menjadi tempat peziarahan terkenal. Pastilah tempat tersebut sejak tahun-tahun pertama kekristenan diteorikan dan dihipotesekan sebagai kubur Yesus dan diterima sebagai yang paling mungkin dan masuk akal.


Teori dan hipotese tersebut tak menjadi masalah. Namun, apakah itu memang makam tempat jenazah Yesus dulu pernah dibaringkan ? Tidak ada seorangpun yang bisa memastikannya. Oleh karena itu pencarian kepastian inilah yang diharapkan bisa diperoleh dan boleh tetap berjalan terus. Berbagai penemuan pernah dilaporkan, tentu saja dengan berbagai bukti yang konon tidak bisa dibantah lagi. Namun muncul juga banyak sanggahan dan keberatan terhadap teori atau hipotesa itu. Dan omong kosong sajalah penemuan baru dengan bukti dan data-data itu.


Sekalipun banyak teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru yang muncul, sikap resmi Gereja terkesan tidak terlalu pusing. Karena pada akhirnya aneka penemuan baru tidak mengubah iman kepercayaan kepada Yesus, kebangkitanNya dan lain-lain. Memang harus diwaspadai, justru pokok iman inilah yang sering dijadikan sasaran akhir dari aneka teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru.


Penemuan makam Yesus dijadikan alasan, misalnya, untuk menolak percaya kepada Yesus, menolak kebangkitanNya, ke-Allah-anNya dan lain sebagainya. Karena, ada orang yang memang berusaha untuk mematahkan iman kepercayaan kepada Yesus itu. Jalan pikirannya sederhana, jika bisa menemukan makam Yesus dan di sana ditemukan tulang-tulang, maka Yesus tidak bangkit, bukan Allah dan seterusnya. Tak jarang, argumen menentang iman ini disertai dengan kutipan dari Injil supaya lebih meyakinkan. Misalnya memakai kutipan Injil tentang Yesus yang bangkit hanya diberitakan bahwa makamNya kosong (Bdk., Mat 28; Mrk 16; Luk 24; Yoh 20). Data makam kosong pun dapat menjadi alasan orang berteori dan berhipotesa bahwa Yesus tidak dikuburkan di situ atau Yesus tidak mati, tidak bangkit, maka Yesus bukan Allah dan lain sebagainya.


Teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru yang muncul sekali lagi tidak perlu memusingkan dan mengubah iman Gereja. Sekalipun banyak teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru selalu ada muncul argumen penentangnya dengan teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti pula.


Harus diakui, dalam sejarah Gereja berabad-abad lamanya, Gereja sudah biasa mendapat berbagai pendapat yang seolah-olah memojokkan dan menyulitkan Gereja. Di era yang sangat modern maka, siapapun, lewat cara apapun dapat mengajukan teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru. Juga dengan bumbu sensasional. Namun Gereja tak mungkin dan tak perlu menanggapi semuanya. Gereja juga menghargai kebebasan berpendapat. Jika terbukti secara meyakinkan bahwa tori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru, dalam hal ini tentang makam itu benar makam Yesus, tetaplah bukan sebuah argumen yang melawan iman Gereja. Iman Gereja adalah satu keyakinan dan yang terpenting, Yesus telah bangkit. Selamat Paskah 2007.

(A. Luluk Widyawan, dari berbagai sumber)

http://mirifica.net/wmview.php?ArtID=3866

Anonymous said...

DE’BULTMAN’ISASI MITOS PASKAH


“Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu, Ia telah bangkit. Ia tidak ada disini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia.” (Markus 16:6)

Hari Paskah adalah hari peringatan kebangkitan Yesus, karena itu kubur itu kosong. Berbagai usaha dilakukan orang untuk menjelaskan fenomena ini. Ketika rasionalisme melanda umat manusia, mereka yang terpengaruh berusaha menjelaskan bahwa kebangkitan tidak memenuhi kriteria hukum alam yang dianggap dapat menjelaskan semua realita di dunia ini termasuk soal mujizat yang diceritakan dalam Alkitab.

Diawali dengan teori pencurian mayat oleh para murid Yesus yang dilontarkan pemuka Yahudi (Matius 28:13), sepanjang sejarah selalu ada usaha untuk menyangkal kebangkitan Yesus itu. Dalam kitab Gnostik ‘Second Treatise of the Greath Seth’ disebutkan Yesus tidak disalib, tetapi digantikan orang lain yang dipaku di salib (The Nag Hammady Library, hlm.365). Ide ini mirip yang ditulis dalam Al Quran dimana dikatakan bahwa Yesus tidak disalib tetapi digantikan orang yang serupa wajahnya (QS.4:157), sedangkan Injil Barnabas (217) menyebut Yesus digantikan oleh Yudas untuk disalib. Lain dengan ini, aliran Ahmadyah menyebut bahwa Yesus disalib tetapi tidak mati dan hanya pingsan, sesudah siuman Ia pergi ke India dan akhirnya meninggal dengan kuburannya ada di Srinagar, Kashmir.

Para teolog liberal terpengaruh konsep rasionalisme menolak kebangkitan sebagai melawan hukum alam. Banyak yang kemudian melakukan studi Kristologi (terutama abad-18/19) yang didasari asumsi rasionalisme bahwa mujizat dan hal supranatural dalam Alkitab tidak mungkin terjadi terutama soal kebangkitan Yesus, penolakan ini dimulai oleh H.S. Reimarus dan G.E. Lessing yang diikuti K.F. Bahrt, K.H. Venturini, H.E.G. Paulus, K.H. Hasse, dan Bruno Baur kemudian memuncak dalam karya Albert Schweitzer berjudul 'The Quest of the Historical Jesus.' Buku terkenal lainnya adalah 'Life of Jesus' karya D.F. Strauss, dan J.E. Renan. Karya Strauss menolak samasekali sifat sejarah hal-hal yang bersifat supra alami dalam Alkitab demikian juga dalam tulisan Renan. Arthur Drews dalam buku 'The Christ Myth' menganggap kitab Injil sebagai fiktif. Adolf von Harnack dalam 'What is Christianity' menurunkan Yesus hanya manusia yang memiliki damai dan membaginya kepada orang lain. Pandangan yang menurunkan Yesus sekedar menjadi manusia etis dan menjadikan 'Etika sebagai Jantung Agama' adalah Albrecht Ritschl.

Puncak pemikiran liberal yang menolak mujizat Alkitab terutama kebangkitan Kristus diwakili Rudolf Bultman. Istilah Demitologisasi dipopulerkan Rudolf Bultmann (1884-1976), menurutnya kitab Injil seharusnya dianalisis lebih lanjut dalam berbagai bentuk yang dibuat oleh gereja awal sebelum ditulis. Bentuk-bentuk ini tidak banyak menjelaskan kepada kita tentang apa yang sebenarnya dilakukan dan dikatakan Yesus, melainkan tentang 'apa yang dipercayai oleh gereja awal tentang Yesus'. Di tahun 1926 Bultmann menulis buku 'Jesus' dimana dikatakan bahwa yang penting bukan apa yang obyektip tentang Yesus, tetapi bahwa 'kebenaran itu akan timbul dalam tanggapan iman yang subyektip dari para pengikut.'

Dalam karyanya berjudul 'New Testament and Mythology' (1941) ia mengemukakan bahwa seluruh pola pikir masa Perjanjian Baru terutama kosmologinya bersifat mitologi yang merupakan faham pra-ilmiah yang berasal dari faham Gnostik pra-Kristen (seperti misalnya soal surga-bumi-neraka, kekuatan spiritual, kekuatan supranatural yang menerobos alam nyata, dan perlunya manusia ditebus) (New Testament & Mythology, dalam Karygma & Myth, hlm. 1 dst.). Mengenai Mitologi, tepatnya dikatakan:

"Seluruh konsep dunia yang dikemukakan dalam kotbah Yesus seperti yang dijumpai dalam Perjanjian Baru bersifat mitologis; yaitu: konsep mengenai dunia yang terdiri dari tiga lapis, surga, bumi dan neraka; konsep campur tangan kekuatan-kekuatan supranatural pada kejadian-kejadian di bumi; dan konsep mujizat terutama konsep mengenai campur tangan supra-natural dalam kehidupan dalam dari jiwa, konsep bahwa manusia dapat digoda dan dirusak oleh iblis dan dirasuk roh-roh jahat" (Jesus Christ & Mytheology, hlm.15)

Menurut Bultman, konsep itu disebut mitologi karena berbeda dengan konsep dunia yang dibentuk dan dikembangkan oleh ilmu pengetahuan yang diterima orang modern. Menurutnya, dalam konsep dunia, hubungan sebab-akibat bersifat azasi. Yang sekarang dibutuhkan adalah 'demitologisasi kekristenan' yaitu 'melepaskan dan mengartikan kembali kenyataan sebenarnya lepas dari kerangka mitologi tersebut sehingga Injil dapat diberitakan dalam kemurniannya.' Dalam bukunya Bultmann juga mengatakan:

"... ucapan mitologis secara keseluruhan mengandung makna yang lebih dalam yang dikemas dalam bungkus mitologi. Bila demikian, tepatnya, kita membuang konsep mitologi karena kita ingin menemukan artinya yang lebih dalam. Cara penafsiran demikian yang berusaha mengungkap artinya yang lebih dalam dibalik konsep mitologi saya sebut sebagai demitologisasi ... Maksudnya bukannya untuk meniadakan pernyataan yang bersifat mitologis tetapi menafsirkannya kembali" (Jesus Christ & Mythology, hlm. 18).

Pada prinsipnya Kritik Historis dan studi tentang Yesus Sejarah dan Kitab Injil menunjukkan 'keraguan akan sifat sejarah kitab-kitab Injil, menolak hal-hal yang bersifat supranatural, dan menjadikan Yesus hanya sebagai tokoh moral atau politis saja,' dan lebih lanjut menurut Bultmann, tugas manusia adalah melepaskan manusia dari kerangka mitos yang tidak ilmiah itu (demitologisasi) atau melepaskan 'Yesus Sejarah' dari 'Yesus Iman.' Konsep ini jelas menolak kematian Yesus sebagai juruselamat dan penebus, dan kebangkitannya sebagai kemenangan atas maut ditolak sebagai bukan bagian sejarah.

Jesus Seminar yang dirintis a.l. oleh John Dominic Crossan di tahun 1985 mewarisi penolakan akan sifat supranatural berita Injil. Bagi mereka Yesus seorang pemberontak Yahudi yang mati disalib dan kemungkinan mayatnya dimakan anjing atau binatang pemangsa lain yang berkeliaran di bawah salib sebagai shock therapi untuk menakuti para pengikutnya. Pengikut Jesus Seminar lainnya berteori bahwa Yesus hanya mati suri kemudian sadar kembali dan diwaktu kemudian mati dan dikuburkan disuatu tempat.

Menarik menyaksikan perkembangan budaya dunia dimana era modern (abad-17-20) yang sekular dan materialistis ternyata membuat manusia mengalami kekosongan rohani, dan sejak era 1960-an kembali mencari nilai supranatural dan transendental yang selama ini dibungkam rasionalisme. Era posmo ditandai kembalinya manusia membuka diri akan masalalu dan banyak yang kembali melongok ke agama-agama mistik. Dalam kekristenan mulai ada kegairahan kembali akan mujizat ilahi terutama di kalangan Kharismatik dan Jesus People. Masyarakat umum kembali membuka diri kepada yang paranormal yang menurut The Journal of Parapsychology (2006), diartikan sebagai:

“semua gejala yang dalam satu dan banyak hal melampaui batas apa yang secara fisik dianggap mungkin menurut perkiraan ilmu pengetahuan masakini”.

Encarta memasukkan paranormal dalam kategori Psychical Research, yaitu penelitian ilmiah akan gejala yang terjadi tetapi berada diluar jangkauan teori fisika, biologi, maupun psikologi konvensional. Ensiklopedi Britannica menyebut paranormal sebagai gejala parapsikologi (PSI) yang menyangkut kejadian yang tidak dimengerti hukum alam atau ilmu pengetahuan biasa yang hanya terjangkau oleh pancaindera.
Pendekatan gejala paranormal melalui perspektif penelitian sulit, bukan karena gejala itu tidak benar, tetapi sulit dijelaskan menggunakan ukuran teori dan hukum yang ada. Karena itu gejala paranormal terjadi diluar konvensi yang normal. Apakah paranormal itu realita yang lain dari realita tiga dimensi yang bisa diamati dan dirasakan oleh kelima pancaindera manusia? Ataukah paranormal bisa disebut bagian dari realita supra-natural yang lebih luas dari realita natural dan mencakup dimensi ke-empat?

Sedini tahun 1882, di Inggeris sudah dibentuk Society of Psychical Research, dan salah satu tokohnya, J.B. Rhine (1895-1980), di tahun 1930-an mulai menggunakan pendekatan eksperimen untuk meneliti gejala-gejala yang termasuk paranormal atau psikik. Pada tahun 1957 dibentuklah Parapsychological Association yang kemudian berafiliasi dengan American Association for the Advancement of Science, jadi paranormal sekarang masuk dalam hitungan sains!

Charles Fort (1874-1932) adalah kolektor anekdot paranormal yang mengumpulkan 40.000 gejala paranormal yang sukar untuk dijelaskan menurut hukum alam yang selama ini kita ketahui. Kejadian ganjil/aneh yang dikumpulkannya termasuk gejala poltergeist (roh ribut), jatuhnya katak/ikan/benda-benda dari langit dalam area yang luas, suara-suara dan ledakan yang tidak jelas penyebabnya, kehadiran api yang tiba-tiba, kondisi melayang, bola api, UFO, penampakan yang misterius, roda cahaya di lautan, penampakan binatang diluar habitatnya, penampakan maupun menghilangnya manusia tanpa kejelasan, dll.

Keterbukaan akan paranormal bisa dilihat dari hasil survai Gallup Poll yang pada tahun 2005 menemukan di Amerika Serikat, fakta bahwa 73% responden angketnya pernah mengalami setidaknya salah satu dari 10 gejala paranormal berikut:
- Indera keenam (ESP, 41%);
- rumah hantu (37%);
- hantu (32%); telepati (31%);
- melihat jarak jauh (26%);
- astrologi (25%);
- hubungan dengan orang mati (21%);
- dukun sihir (21%);
- reinkarnasi (20%);
- pawang (9%).

Penelitian lain yang dilakukan Monash University di Australia pada tahun 2006 kepada 2000 responden mengungkapkan fakta bahwa 70% responden mengalami gejala paranormal yang tidak bisa dimengerti tetapi telah mengubah kehidupan mereka.

Di Amerika Serikat ada serial TV yang menguak kejadian-kejadian paranormal, yaitu ‘Miracle Research Center’ yang mengumpulkan dan menyelidiki peristiwa-peristiwa demikian di seluruh dunia. Realita yang lain itu yang tidak diragukan lagi dan jelas keberadaannya itu diberi nama bermacam-macam. Selain supranatural dan paranormal, ada nama-nama lain yang kita kenal. Mercia Eliade pakar sejarah agama itu sudah lama menyebut realita lain itu sebagai ‘The Sacred’ (yang dibedakan dengan ‘the Profane’). Terobosan realita the Sacred ke the Profane oleh Mercia Eliade disebut ‘Hierophany’ yaitu penampakan yang suci. Biasanya hierophany menggunakan media orang suci, kitab suci, gunung, pohon besar atau tempat-tempat khusus lainnya sebagai jendela antar realita untuk menyatakan diri.

Buku The World of the Paranormal (1995) menunjukkan secara skriptural dan visual bahwa gejala-gejala paranormal adalah normal banyak terjadi di alam ini disana-sini. Pendahuluan buku itu menyebutkan:

“Dunia baru yang mengagumkan nyaris terungkap didepan mata saudara. Sebuah dunia yang mencengangkan para ahli ilmu pengetahuan dan para skeptik. Sebuah dunia yang menggugah rasa ingin tahu kita. Sebuah dunia yang menantang penjelasan rasional.”

Dalam buku lain berjudul Paranormal Files (1997) yang memaparkan secara gamblang banyak gejala paranormal, menyebutkan, bahwa:

“Sejak masa kuno yang tidak diingat manusia, semua bentuk kejadian yang aneh, berlawanan dengan hukum alam seperti yang kita mengerti, telah mencengangkan umat manusia. ... reaksi kita atas kejadian-kejadian yang semula kelihatan sangat tidak mungkin tidak seharusnya diwarnai dengan ketidakpercayaan yang mutlak. Tujuannya seharusnya selalu diarahkan untuk tetap menerimanya dengan pikiran terbuka (open mind)”.

Buku ‘Marvels & Mysteries of the Unexplained’ (2006) mengungkapkan kenyataan mutakhir gejala paranormal diseluruh dunia. Ketiga buku ini menunjukkan bahwa Paranormal adalah gejala riel namun belum dimengerti oleh keterbatasan sains dan hukum alam yang selama ini dikenal. Kenyataan ini mendorong kita untuk membuka diri terhadap hal-hal yang supra-natural baik sebagai sesuatu yang dibedakan dengan yang natural atau memasukannya dalam kategori natural karena memang terjadi. Kenyataan ini juga membuka wawasan kita bahwa hal-hal supranatural dan mujizat yang banyak menghiasi halaman Alkitab memang terjadi dalam alam nyata ini dalam konteksnya masing-masing.

Berdasarkan kenyataan Paranormal dan supranatural yang membuka wawasan, kita dapat melihat bahwa setengah abad sesudah Bultman mengucapkan ‘demitologisasi’nya, kita melihat bahwa ucapannya menjadi kuno dan teori masa lalu. Konsep dunia tiga lapis (dunia, surga dan neraka) menjadi terbuka dalam paranormal, adanya campur tangan yang paranormal pada yang normal sudah tidak diragukan lagi karena banyak kasus paranormal membuktikannya. Mujizat juga adalah biasa dalam dunia paranormal, apalagi konsep kerasukan setan sudah menjadi bagian yang banyak terjadi dan diamati dalam dunia paranormal.

Ada dua kesalahan pokok dalam pola pikir Bultman, yaitu:
(1) Bultman melakukan generalisasi dimana semua gejala paranormal dalam Alkitab seperti kosmologi Perjanjian Lama sampai mujizat Perjanjian Baru digeneralisasikan sebagai mitologi;
(2) Bultman juga melakukan generalisasi dengan menganggap yang disebutnya mitologi/mitos itu sebagai pemikiran pra-ilmiah yang tidak benar terjadi.

Karena itu, berdasarkan perkembangan sains masakini yang terbuka akan gejala paranormal / supranatural, kita bisa yakin bahwa penebusan darah (semua agama kuno memiliki ritual kurban darah), dan mujizat dan kebangkitan Yesus adalah realita yang bisa terjadi, percaya atau tidak. Konsep de’mitologi’sasi Bultman sekarang perlu digantikan de’bultman’isasi mitos, maka dengan men-de’bultman’isasi-kan mitos Paskah, kita menyaksikan realita Paskah sebenarnya, yaitu Yesus yang Bangkit dalam sejarah!

Penampakan Yesus sesudah bangkit oleh lebih dari 500 orang menunjukkan Yesus bangkit secara tubuh karena ia bisa disentuh Thomas, dan bisa berdialog dan makan ikan bersama para murid. Mereka yang menolak mujizat menganggap penampakkan itu sekedar halusinasi. Kita harus sadar bahwa ketika Yesus mati para murid ketakutan dan bersembunyi, justru kenyataan kebangkitan mendorong mereka mengalami perubahan hidup yang radikal dan mendorong terjadinya ledakan agama, dan mereka rela mati sebagai martir (mustahil Polycrapus rela menjadi martir kalau Yesus meringkuk di kuburan) dalam menyambut ‘Amanat Agung Penginjilan’ yang mereka terima dari Yesus secara kasat mata. Para penulis Injil telah diubahkan hidupnya oleh Tuhan dan jelas punya motivasi tanpa pamrih dan tulus daripada teolog skeptik yang mencari popularitas dan uang, dan jangan berharap yang terakhir ini rela berkorban bagi Kristus karena mereka terobsesi untuk mengorbankan Kristus.

Kalau Yesus tidak bangkit dan dikubur di Talpiot, bukankah pemuka Yahudi dengan mudah menunjukkan lokasi kuburan Yesus daripada menyebarkan gosip bahwa mayat Yesus dicuri? Ingat bahwa pada abad pertama banyak saksi mata masih hidup dan mengaminkan fakta kebangkitan Yesus, sebab kalau tidak tentu mereka akan menunjukkan dimana kuburan Yesus waktu itu dan bukan menunggu abad-21.

Hal terakhir yang perlu direnungkan adalah soal perubahan Hari Sabat Sabtu yang begitu ketat dijalankan dalam agama Yahudi (sehingga Yesus sering dituduh melanggarnya) menjadi Hari Minggu (Mat.28:1; Yoh.20:19; Kis.20:7) sebagai kenangan kebangkitan Yesus dan yang kemudian menjadi hari pertemuan Kristen, merupakan fakta sejarah yang tidak mungkin terjadi kalau Yesus mati dan mayatnya dikuburkan. Hari Minggu disebut Hari Tuhan (dominggos) yang merupakan sorak kemenangan Yesus atas maut dan kebangkitan-Nya memberikan pengharapan pada umat manusia sampai saat ini.

Akhirnya, mau kita percaya atau tidak, kehadiran Yesus dibumi dan kematian dan kebangkitan-Nya tetap diberitakan kepada umat manusia sampai hari Paskah ini, dan mau kita beriman tulus atau beriman skeptik, umat Kristiani pada hari Paskah sama-sama mengaku dan memuji Tuhan Yesus yang telah mati bagi kita dan telah bangkit dari antara orang mati. Amin!


Tulisan: Herlianto.
Disalin dari www.yabina.org




=========================



MAKAM YESUS DITEMUKAN?



(Ini surat pembaca yang dikirimkan ke harian Kompas)


Menarik membaca ‘Kontroversi Temuan Makam Keluarga Yesus’ yang dimuat di harian Kompas, 5 April, yang ditulis sdr. Ioanes Rachmat, hanya perlu dikoreksi karena banyak informasinya tidak lengkap dan akurat.

Disebutkan bahwa Mariamene e Mara adalah Maria Magdalena, ini asumsi prematur, soalnya tidak ada buktinya. Memang dalam Kisah Filipus ada nama Mariamne, tapi disitu disebut bahwa ia saudara Filipus, ikut menginjil dan membaptis dan menganut sekte yang asketik, dan melakukan selibat, jadi beda. Ini menunjukkan bahwa tulisan ini langsung dibangun di atas landasan asumsi yang dipercaya penulisnya sebelum terbukti.

Mengenai Matius disebut antara lain ada dalam silsilah Yesus. dalam silsilah ada nama Matan/Matat, kalau ini yang dimaksud berarti kakek dari Yusuf. Ini artinya kuburan itu sudah ada sebelum Yesus, jadi kalau sudah punya kuburan keluarga mengapa dikuburkan ke kuburan Yusuf dari Arimatea? Kalau disebut Matius anak Alfeus dan menurut James Tabor (Jesus Dynasty) adalah Alfeus saudara Yusuf, apa buktinya? Kalau Matius dikuburkan disitu mengapa Alfeus tidak? James Tabor termasuk dalam konspirasi Cameron dan Jacobovici, yang pendapatnya tidak diterima umumnya masyarakat arkeologi Alkitab.

Menurut penelitian DNA, disebutkan “tidak ditemukan adanya hubungan persaudaraan material antara “Yesus” dan “Maria Magdalena”. ... Bisa jadi Maria Magdalena adalah isteri sah Yesus, dan bisa jadi “Yudas anak Yesus” adalah anak Maria Magdalena juga.” Disini jelas juga bahwa penulis membangun satu asumsi rekaan berdasarkan asumsi rekaan sebelumnya. Test DNA (kalau memang benar) tidak menunjukkan apa-apa kecuali bahwa tulang yang diperkirakan tulang Yesus dan Mariamene bukan bersaudara, ada banyak kemungkinan untuk menghasilkan kesimpulan. Bisa juga Mariamene isteri Matius, Yusuf, atau Yudas atau tidak dengan satupun (mengapa tidak dilakukan test DNA?), kesimpulan ini sudah digiring dari asumsi bahwa Yesus anak Yusuf itu Yesus dari Nazaret dan Mariamene itu Maria Magdalena yang jadi isteri dan beranak Yudas.

Ditulis bahwa “Prof Goren menyatakan bahwa dua huruf dari nama “Yeshua” (Yesus) pada inskripsi Aramaik di osarium Yakobus itu terdapat lapisan Patina asli yang berusia tua. Dengan demikian, keseluruhan frase “saudara dari Yesus” pada osuarium Yakobus iu harus dinyatakan asli.” Ini kesimpulan distortif. Yuval Goren mengakui ada dua huruf yang diduga asli namun kesimpulan keseluruhan asli adalah kesimpulan Hershel Shanks. Goren adalah orang terdepan yang menyatakan bahwa osuari itu tua, tetapi inskripsi itu pemalsuan modern. Di sisi lain osuari ada relief Rosetta yang kabur, tapi inskripsi tulisan “Yesus anak Yusuf, saudara Yakobus” masih tajam, bentuk syntax huruf meniru foto huruf pada artifak kuno dari buku-buku Arkaeologi. Oded Golan tidak ditangkap karena inskripsi ‘saudara Yesus” tetapi ia ditangkap dengan tuduhan selama belasan tahun melakukan pemalsuan barang antik termasuk ‘Jehoash Insciption’ (inskripsi palsu dikaitkan Bait Salomo untuk mendongkrak harga), ini skandal besar bisnis arkeologi. Ketika digeledah, di ruang kerja Golan ditemukan alat-alat dan berbagai tahap pemalsuan oleh otoritas Israel (IAA).

Disebutkan bahwa menurut “Tabor dan Jacobovi ada kemungkinan satu osuari yang hilang dari Talpiot itu osuarium Yakobus.” Kedua osuari itu berbeda ukuran (yang satu 60 yang lain 50 cm panjangnya), demikian juga Amos Kloner pemimpin ekspedisi penemu makam Talpiot menyebutkan bahwa osuari ke-10 sama sekali tidak memiliki inskripsi sebelum hilang. Osuari Yakobus diakui oleh Golan berasal dari Silwan dan sudah diperolehnya pada tengah tahun 1970-an sebelum tahun 1978 dimana keluar peraturan semua penemuan arkaeologis menjadi milik negara, bekas tanah dikedua osuari itu berbeda, demikian juga relief keduanya beda. Laboratorium FBI menyebutkan bahwa foto osuari yang diambil dari ruangan Golan berasal tahun 1970-an. Makam Talpiot ditemukan tahun 1980.

Mengenai patina Yakobus dan Tapiot yang dianggap sama jadi disimpulkan Yakobus berasal Tapiot, Ted Koppel dalam bukunya ‘The Lost Tomb of Jesus – A critical Look’ mendapat pernyataan tertulis dari direktur Suffolk Crime Laboratory, bahwa dalam laporan mereka tidak disebut ada kesamaan patina itu, Ahli forensik yang memeriksa DNA secara tertulis juga menyangkal menyimpulkan bahwa Mariamene isteri Yesus anak Yusuf. Ini kembali menunjukkan adanya manipulasi informasi seorang sutradara film fiksi.

Kombinasi nama Yusuf, Maria, Yesus, Mariamene (yang diasumsikan sebagai Magdalena) disebutkan oleh Feuerverger memiliki kemungkinan 1:600, dan kalau Yakobus dimasukkan, angkanya 1:30.000. Kembali ini didasarkan asumsi bahwa 4/5 nama itu sekeluarga. Kalau kita hilangkan asumsi Mariamene dan Yakobus, angkanya menjadi 1:puluhan saja, inipun kalau asumsi bahwa Yose itu Yusuf ayah Yesus dari Nazareth, Maria itu isteri Yusuf dan Yesus anak Yusuf adalah Yesus dari Nazareth. Nama di Israel biasa dikaitkan nama ayah atau asal, tidak lazim dikaitkan saudara. Feuerverger menyebut nama-nama itu umum di Israel dan nama ‘Yesus anak Yusuf’ perbandingannya 1:190, tapi kita tidak tahu apakah Yesus anak Yusuf itu Yesus orang Nazareth (dalam Injil nama terakhir ini yang biasa disebut). Dalam situsnya ‘Dear Statistical Colleague’ (4 Maret 2007), Feuerverger menulis: “I now believe that I should not assert any conclusions connecting this tomb with any hypothetical one of the NT family.” Di Israel banyak ditemukan osuari dengan inskripsi ‘Yesus anak Yusuf’ antara lain bisa dilihat fotonya dalam ‘The Interpreter’s Dictionary of the Bible, vol.3, 1962, hlm.611’, yang ditemukan jauh sebelum dicetaknya buku itu.

Menyebut Yesus menikah dengan Maria Magdalena dan punya anak kembali menunjukkan asumsi yang imani yang tidak ada rujukannya dalam sejarah, dan menggunakan ayat ‘murid yang dikasihi’ yang digambarkan bersandar di dada Yesus disebelah kanannya pada waktu Perjamuan sebagai anak Yesus kembali merupakan asumsi imani (dalam the Da Vinci Code ditafsirkan sebagai Maria Magdalena).

Mengenai kritik bahwa tak mungkin Yusuf yang miskin dari Nazaret memiliki kuburan keluarga di Yerusalem, disebutkan dalam artikel bahwa Yohanes Pembaptis dibuatkan kuburan oleh pengikutnya dan Yesus juga, kembali ini merupakan asumsi yang mengada-ada, soalnya kalau benar itu kuburan keluarga Yesus mengapa saudara-saudara Yesus tidak dikubur disitu (Yose ditafisr panggilan Yusuf dan bukan saudara Yesus), padahal disitu ada nama lain yang tidak jelas memiliki hubungan keluarga dengan Yesus dari Nazaret. Kalau para murid bisa menyediakan makam untuk keluarga Yesus bukankah otoritas Yahudi/Romawi kala itu tinggal mengumumkan bahwa kuburan Yesus ada di Talpiot dan bukannya mengeluarkan isu ‘mayat Yesus dicuri’?

Dari berbagai asumsi yang belum jelas secara ilmiah itu Ioanes Rachmat mau membangun kesimpulan bahwa asumsi-asumsi itu kejadian sejarah obyektif sedangkan kebangkitan adalah metafora. Ini kembali adalah asumsi yang perlu dibuktikan, maka sayang kalau bukti belum jelas sudah dikeluarkan hipotesa yang demikian.

Penulis adalah Dosen Kajian Perjanjian Baru di STT Jakarta. Sebenarnya dari seorang doktor yang pakar Perjanjian Baru diharapkan keluar produk ilmiah yang obyektip, tetapi kajian yang dikemukakan lebih bersifat perpanjangan stereotip imani yang subyektip dari sensasi dan fiksi sains yang dipromosikan Jesus Seminar, James Tabor, dan sutradara film fiksi James Cameron. Ini bisa mengecoh para mahasiswa dan menurunkan kredibilitas institusi kondang yang diwakilinya.


Kiriman: Herlianto.
Disalin dari www.yabina.org



Artikel terkait :
PENEMUAN ARKEOLOGIS DAN KEBENARAN ALKITAB : di http://portal.sarapanpagi.org/ilmupengetahuan-sejarah/penemuan-arkeologis-dan-kebenaran-alkitab.html

Anonymous said...

Perkara macam ini tak payah di fikirkan memang tak boleh eprcaya punya.
kisah yang berlaku 2000 tahun yang lalu sekarang baru nak buktikan
memang mengarut. Sedangkan baru kes puluh tahun yang lalu pun tak dapat
di selesaikan apatah lagi perkara ribuan tahun.

Discovery ni memang mengarut.

Anonymous said...

.

wah menarik ;)

.

anti paulus said...

Kristian segera musnah dari muka bumi...

anti paulus said...

Kristian segera musnah dari muka bumi...

Melchior suroso said...

Mohon dukungan doa untuk saya sudah 5 tahun sakit stroke dan insomnia. Terima kasih. Melchior Suroso